Syubhat: Ahlusunah Membela Kezaliman Penguasa?
Tulisan broadcast yang entah siapa penulisnya di bawah ini sering disebar di mana-mana. Beberapa kali pertanyaan masuk menanyakan tentang tulisan ini.
Syubhat
Saya heran mengapa hadis ini jarang dibahas, atau hampir-hampir tak terdengar. Ataukah mungkin kita yang lalai?
Rasulullah ﷺ bersabda,
«اسْمَعُوا، هَلْ سَمِعْتُمْ أَنَّهُ سَيَكُونُ بَعْدِي أُمَرَاءُ؟ فَمَنْ دَخَلَ عَلَيْهِمْ فَصَدَّقَهُمْ بِكَذِبِهِمْ وَأَعَانَهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَلَيْسَ مِنِّي وَلَسْتُ مِنْهُ وَلَيْسَ بِوَارِدٍ عَلَيَّ الحَوْضَ،َ»
“Dengarkanlah, apakah kalian telah mendengar bahwa sepeninggalku akan ada para pemimpin? Siapa yang masuk kepada mereka, lalu membenarkan kedustaan mereka, dan menyokong kezaliman mereka, maka dia bukan golonganku, aku juga bukan golongannya. Dia juga tak akan menemuiku di telaga.” (HR. Tirmidzi, AN-Nasai, dan Al-Hakim)
Wahai Ulamav…
Wahai Ustazv…
Wahai Muslimv…
Ittaqullah …
Kamu merasa di atas Sunah Rasul ﷺ, padahal beliau tidak akui. Karena kamu selalu membela penguasa zalim. Sadarlah!
Baca Juga: Mencela dan Menjelek-jelekkan Penguasa (Pemerintah)
Bantahan
Maka kita jawab syubhat dalam tulisan ini dalam beberapa poin:
Pertama, hadis di atas memang sahih, diriwayatkan oleh At-Tirmidzi (2259), An-Nasa’i (4208), Ahmad (18151). Disahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi. Dan lafaz di atas adalah lafaz At-Tirmidzi.
Kedua, siapa yang bilang hadis ini tidak pernah dibahas? Mungkin penulis yang jarang kajian atau kurang serius dan kurang runut menuntut ilmunya. Bagi yang serius dan runut belajar akidah dan manhaj ahlusunah, pasti tidak akan asing dengan hadis seperti ini.
Dengan mudah sekali akan bisa dapati penjelasan tentang hadis di atas dari penjelasan Syekh Ibnu Baz, Syekh Ibnu Al-‘Utsaimin, Syekh Shalih Al-Fauzan, dan para ulama lainnya.
Ketiga, makna dari hadis di atas adalah tidak boleh mendukung kekeliruan dan kezaliman dari pemimpin. Ini makna yang jelas dan gamblang sekali. Tentu saja kekeliruan dan kezaliman dari siapa pun (walaupun bukan dari pemimpin) tidak boleh kita dukung atau setujui.
Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah menjelaskan hadits di atas dengan mengatakan,
فإذا دخل عليهم بالتوجيه والإرشاد وتخفيف الشر؛ هذا هو المطلوب، أما إذا دخل عليهم ليعينهم على الظلم ويصدقهم بالكذب فهذا هو المذموم، نسأل الله العافية
“Ketika seseorang menemui pemimpin untuk memberi nasehat, membimbingnya, dan meminimalkan keburukan, maka inilah yang dituntut. Adapun jika seseorang menemui pemimpin untuk menolong mereka berbuat kezaliman atau membenarkan kedustaan, maka inilah yang dicela. Nas’alullah al-‘afiyah.” (Fatawa Ad-Durus)
Keempat, membenci kekeliruan dan kezaliman pemimpin bukan berarti boleh memberontak dan melepaskan ketaatan. Kekeliruan dan kezalimannya dibenci, namun perkara yang bukan kekeliruan dan bukan kezaliman tetap ditaati dan tidak memberontak.
Bahkan, sikap inilah yang jelas-jelas dituntunkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Benci kekeliruannya, tetapi jangan memberontak. Sebagaimana ditunjukkan dalam banyak hadis yang akan sebutkan di poin lima.
Kelima, hadis yang semakna dengan hadis di atas banyak sekali. Bukan perkara yang asing dan aneh. Yaitu tentang adanya pemimpin yang zalim dan Rasulullah menasihati jangan mendukung kezalimannya, namun beliau tetap melarang memberontak.
Dari Auf bin Malik dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ia bersabda,
خيار أئمتكم الذين تحبونهم ويحبونكم ويصلون عليكم وتصلون عليهم وشرار أئمتكم الذين تبغضونهم ويبغضونكم وتلعنونهم ويلعنونكم قيل يا رسول الله أفلا ننابذهم بالسيف فقال لا ما الصلاة وإذا رأيتم من ولاتكم شيئا تكرهونه فاكرهوا عمله ولا تنزعوا يدا من طاعة
“Sebaik-baik pemimpin kalian adalah pemimpin yang kalian cintai, dan mereka pun mencintai kalian. Kalian mendoakan mereka, mereka pun mendoakan kalian. Seburuk-buruk pemimpin kalian adalah yang kalian benci, mereka pun benci kepada kalian. Kalian pun melaknat mereka, mereka pun melaknat kalian”. Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, apakah kita perangi saja mereka dengan senjata?” Nabi menjawab, “Jangan, selama mereka masih salat. Bila kalian melihat sesuatu yang kalian benci dari pemimpin kalian, maka cukup bencilah perbuatannya, namun jangan kalian melepaskan tangan kalian dari ketaatan kepadanya.” (HR. Muslim no. 1855)
Dari Ummu Salamah Hindun bintu Abi Umayyah radhiyallahu ’anha, Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,
ستكونُ أمراءُ . فتعرفونَِ وتُنْكرونَ . فمن عَرِف بَرِئ . ومن نَكِرَ سَلِمَ . ولكن من رَضِي وتابعَ قالوا : أفلا نقاتلهُم ؟ قال : لا . ما صلوا
“Akan ada para pemimpin kelak. Kalian mengenal mereka dan mengingkari perbuatan mereka. Siapa yang membenci kekeliruannya, maka ia terlepas dari dosa. Siapa yang mengingkarinya, maka ia selamat. Namun, yang rida dan mengikutinya, itulah yang tidak selamat”. Para sahabat bertanya, “Apakah kita perangi saja pemimpin seperti itu?” Nabi menjawab, “Jangan, selama mereka masih salat.” (HR. Muslim no. 1854)
Dari Hudzaifah Ibnul Yaman radhiyallahu ’anhu, Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,
«يَكُونُ بَعْدِي أَئِمَّةٌ لَا يَهْتَدُونَ بِهُدَايَ، وَلَا يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِي، وَسَيَقُومُ فِيهِمْ رِجَالٌ قُلُوبُهُمْ قُلُوبُ الشَّيَاطِينِ فِي جُثْمَانِ إِنْسٍ» ، قَالَ: قُلْتُ: كَيْفَ أَصْنَعُ يَا رَسُولَ اللهِ، إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ؟ قَالَ: «تَسْمَعُ وَتُطِيعُ لِلْأَمِيرِ، وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ، وَأُخِذَ مَالُكَ، فَاسْمَعْ وَأَطِعْ
“Akan datang sepeninggalku, para pemimpin yang tidak berjalan di atas petunjukku, tidak mengamalkan sunahku, dan di tengah-tengah mereka akan berdiri orang-orang yang berhati setan dengan jasad manusia.” Hudzaifah bertanya lagi, “Lalu apa yang harus diperbuat wahai Rasulullah, jika aku mendapati masa itu?” Beliau berkata, “Engkau mendengar dan taat kepada pemimpin walau punggungmu dipukul dan hartamu dirampas, tetaplah mendengar dan taat.” (HR Muslim no.1847)
Ini semua menunjukkan bahwa pemimpin yang berbuat kekeliruan dan kezaliman tidak boleh didukung kekeliruan dan kezalimannya serta tidak boleh diridai. Namun, mereka dinasihati dan diingkari dengan cara-cara yang benar sesuai dengan kemampuan yang tidak menimbulkan pemberontakan dan kekacauan.
Baca Juga: Taat kepada Penguasa karena Pamrih Duniawi
Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah mengatakan,
ليس من منهج السلف التشهير بعيوب الولاة وذكر ذلك على المنابر لأن ذلك يفضي إلى الفوضى وعدم السمع والطاعة في المعروف ، ويفضي إلى الخوض الذي يضر ولا ينفع ، ولكن الطريقة المتبعة عند السلف النصيحة فيما بينهم وبين السلطان ، والكتابة إليه ، أو الاتصال بالعلماء الذين يتصلون به حتى يوجه إلى الخير
“Bukan termasuk manhaj salaf, menyebarkan aib-aib pemerintah dan menyebutkannya di mimbar-mimbar. Karena hal ini akan membawa pada ‘chaos’ (kekacauan) dan akan hilangnya ketaatan pada pemerintah dalam perkara-perkara yang baik. Dan akan membawa kepada perdebatan yang bisa membahayakan dan tidak bermanfaat. Adapun metode yang digunakan para salaf adalah dengan menasihati penguasa secara privat. Dan menulis surat kepada mereka. Atau melalui para ulama yang bisa menyampaikan nasihat kepada mereka, hingga mereka bisa diarahkan kepada kebaikan.” (Majmu Fatawa wal Maqalat Mutanawwi’ah, 8: 194).
Keenam, masalah taat kepada pemimpin yang zalim dan fajir adalah ijmak ulama tidak ada khilafiyah di antara ulama ahlus sunah. An-Nawawi rahimahullah mengatakan,
أجمع العلماء على وجوب طاعة الأمراء في غير معصية
“Para ulama ijmak akan wajibnya taat kepada ulil amri selama bukan dalam perkara maksiat.” (Syarah Shahih Muslim, 12: 222)
Beliau juga mengatakan,
وأما الخروج عليهم وقتالهم فحرام بإجماع المسلمين وإن كانوا فسقة ظالمين وقد تظاهرت الأحاديث بمعنى ما ذكرته وأجمع أهل السنة على أنه لا ينعزل السلطان بالفسق
“Adapun memberontak kepada ulil amri dan memerangi ulil amri, hukumnya haram berdasarkan ijmak ulama. Walaupun ulil amri tersebut fasik dan zalim. Hadis-hadis yang telah saya sebutkan sangat jelas dan ahlus sunah sudah sepakat tentang tidak bolehnya memberontak kepada penguasa yang fasik.” (Syarah Shahih Muslim, 12: 228).
Ketujuh, yang membedakan ahlus sunah dan ahlul bid’ah adalah masalah ketaatan kepada pemimpin yang fajir (menyimpang). Adapun taat kepada pemimpin yang saleh, maka tidak hanya semua golongan dalam Islam, bahkan semua orang berakal, orang kafir sekalipun, dan apapun agamanya, pasti akan setuju bahwa wajib taat kepada pemimpin yang saleh. Maka, yang membedakan ahlus sunah atau bukan adalah bagaimana sikap terhadap pemimpin yang fajir dan zalim.
Semoga Allah Ta’ala memberi taufik.
Baca Juga:
- Membicarakan Keburukan Penguasa, Apakah termasuk Ghibah?
- Petunjuk Nabi dalam Menyikapi Penguasa Muslim yang Dzalim
***
Penulis: Yulian Purnama
Artikel asli: https://muslim.or.id/74819-syubhat-ahlussunnah-membela-kezaliman-penguasa.html